Posts

Dari Sarung ke Seragam: Ketika Gus dan Lora Menjadi Bupati dan Wakil Bupati

Konoha Kulon – Di pesantren, mereka dipanggil Gus dan Lora. Dua gelar prestisius di lingkungan pesantren besar yang sarat kharisma dan tradisi. Gus berasal dari salah satu pesantren tertua di wilayah timur, sementara Lora adalah keturunan langsung pengasuh pondok modern paling berpengaruh di kawasan pesisir. Dua figur yang dulu dikenal karena keteduhan dan kebijaksanaannya kini menjelma menjadi Bupati dan Wakil Bupati Konoha Kulon. Panggung mereka bergeser. Dari sajadah ke seragam dinas. Dari membimbing santri menjadi pemegang komando anggaran daerah. Dari tempat menyemai ilmu menjadi tempat membuat keputusan politik. Dan di titik ini, ironi mulai terlihat. Ketika kritik datang—tentang infrastruktur yang belum merata, tentang ASN yang bekerja setengah hati, atau tentang arah kebijakan yang mulai kehilangan roh keadilan—reaksinya tidak lagi seperti di pesantren. Bukan dibalas dengan diskusi atau klarifikasi. Kritik justru dihadiahi label: “barisan sakit hati”, “barisan 20 persen”. Sebua...

Manis, Kini Terasa Pahit

Namanya Manis. Dulu, namanya bukan sekadar sebutan. Ia mewakili harapan. Ia mewakili suara lantang dari rakyat kecil yang bosan dibohongi janji. Ia bersuara tentang jalan rusak, ketimpangan, dan nasib wong cilik yang digilas mesin birokrasi. Tapi kini, publik mulai bertanya: ke mana suara itu pergi? Dulu, Manis berseru lantang tentang kerusakan jalan, lubang-lubang yang menanti korban, dan proyek-proyek mangkrak yang tak kunjung disentuh. Kini, topik itu seolah tak penting lagi. Yang dibahas malah soal sayuran. Brokoli, sawi, dan bayam—seolah itu yang paling mendesak di tengah penderitaan warga. Apa karena jalannya sendiri sudah mulus? Apa karena kini ia duduk nyaman, tak lagi harus berdesakan di kendaraan umum atau melintasi jalan desa penuh genangan? Kami tak tahu pasti. Tapi yang kami tahu: publik merasa dikhianati. Yang lebih mengiris, jalan rusak di daerah seperti Sumber—yang sempat viral dan bahkan dilirik pemimpin baru—kini kembali sunyi. Tak ada aksi nyata. Hanya jawaban klise ...

100 HARI KERJA, ZERO PRESTASI? Pemerintahan Baru Probolinggo Dinilai Mandul dan Sibuk Citra

PROBOLINGGO – Program kerja 100 hari pemerintahan baru Kabupaten Probolinggo yang dipimpin Bupati Gus Dokter Haris dan Wakil Bupati Fahmi AHZ menuai kritik tajam dari kalangan pengamat kebijakan publik, aktivis, hingga masyarakat sipil. Alih-alih menunjukkan kinerja yang konkret dan menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, program ini justru dinilai mandul dan hanya sibuk memoles pencitraan. Dari 11 poin program prioritas 100 hari yang tercantum dalam dokumen resmi, sebagian besar dinilai lebih menekankan pada simbolisme visual dan estetika kota. Contohnya: lomba desain alun-alun, pemasangan videotron, pengecatan cat warna sage, pembangunan gapura, hingga penataan ulang trotoar. Sementara program yang menyentuh kebutuhan rakyat seperti distribusi pupuk, perbaikan layanan kesehatan dan pendidikan, serta reformasi pelayanan desa, nyaris tidak tersentuh. “Ini bukan kerja nyata. Ini make-up politik. Semua dibungkus rapi dalam narasi perubahan, tapi tidak menyelesaikan persoalan mendasar,” uja...

100 Hari Kerja Bupati Probolinggo: Gagal Prioritas, Gagal Rakyat

Image
Oleh: Alfakir Bukan Ajudan Seratus hari pertama adalah waktu emas yang seharusnya digunakan kepala daerah untuk menunjukkan arah baru, komitmen kuat, dan kepemimpinan yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat. Sayangnya, di Kabupaten Probolinggo, 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati justru menjadi seratus hari kehilangan arah dan prioritas. Alih-alih menjawab rindu masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur dasar, pemerintahan baru justru larut dalam proyek pencitraan kota. Bupati dr. Moh Haris dan Wakil Bupati Fahmi AHZ datang membawa semangat baru. Janji kampanye mereka menggema di seluruh desa: memperbaiki jalan, mendekatkan pelayanan, menyejahterakan rakyat. Namun realitas berkata lain. Di hari ke-100, yang paling menonjol bukanlah jalan desa yang halus, bukan jembatan yang kokoh, bukan sekolah yang layak – melainkan trotoar alun-alun yang dicat ulang dan pendopo yang dipoles agar tampak lebih fotogenik. Rp22 Miliar untuk Apa? Salah satu aspek yang paling kontroversial adalah p...

Ceramah yang Membungkam: Untuk Siapa Habib Hasan Bicara ?

Image
Kalau mimbar mulai terdengar seperti kantor Humas Pemda, kita patut bertanya. Oleh: Alfakir, Bukan Ajudan Aku mendengar potongan ceramah itu di sebuah grup WhatsApp. Viral. Bukan karena isinya menyentuh langit spiritual, tapi karena nadanya—seolah jadi pengeras suara bagi mereka yang sedang kesulitan menjawab kritik. Habib Hasan Alhamid. Namanya sudah tak asing di kalangan jemaah. Bukan karena sanad keilmuannya yang panjang atau kitab yang ia tulis, tapi karena beliau ini cukup piawai menyentuh hati jamaah dengan gaya santai dan lugunya. Tapi kali ini beda. Kali ini, beliau naik mimbar dan bicara soal… video jalan rusak. “Ga usah buat video macem-macem. Bikin kuburan di tengah jalan sampai viral. Ini bikin gaduh. Kalau belum waktunya dibangun ya belum waktunya. Tunggu proses. Gus Haris-Ra Fahmi masih baru.” Begitu katanya. Lugas. Tegas. Tapi membingungkan. Sebab yang bicara bukan kepala dinas PU, bukan bagian humas Pemda, apalagi jubir bupati. Yang bicara adalah seseorang yang selama i...

RPJMD Seharusnya Bagaimana? Ini Solusi Nyata untuk Pemkab Probolinggo

Image
RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) bukan sekadar kumpulan jargon dan angka target, tapi dokumen strategis yang menentukan arah kebijakan lima tahun ke depan. Bila salah merumuskan, maka pembangunan akan salah arah, APBD hanya jadi bancakan proyek, dan rakyat tetap tinggal di jalan rusak, sekolah bocor, atau sawah kekeringan. Berikut ini adalah gambaran seperti apa RPJMD yang seharusnya, disertai solusi konkret yang bisa dilakukan Pemkab Probolinggo agar RPJMD benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat: 1. RPJMD Harus Berdasarkan Diagnosa Masalah Riil Daerah Yang seharusnya terjadi: RPJMD dimulai dengan pemetaan masalah berbasis data dan aspirasi rakyat. Misalnya: Jalan rusak kronis di wilayah selatan (Krucil, Tiris, Kuripan) Defisit air bersih di 21 kecamatan Kesenjangan pelayanan pendidikan dan kesehatan antara kota dan desa Petani kesulitan pupuk & pemasaran Anak muda menganggur karena pelatihan tidak sesuai kebutuhan pasar Solusi: Bentuk Tim Diagnosa Daerah b...

“RANWAL RPJMD Tak Kunjung Rampung: Bukti Nyata Mereka Tak Siap Memimpin”

Image
oleh  Alfakir Bukan Ajudan Apa jadinya bila sebuah pemerintahan yang konon membawa semangat perubahan, justru tergagap di langkah awalnya?  RANWAL RPJMD Kabupaten Probolinggo , dokumen fundamental yang menjadi landasan arah pembangunan lima tahun, hingga detik ini tak kunjung selesai. Dan lebih tragisnya lagi, alasan yang diberikan sangat normatif: “masih proses penyesuaian.” Benarkah hanya itu masalahnya? Sebagai warga Kabupaten Probolinggo, saya—dengan penuh keprihatinan—merasa perlu mengingatkan:  ini bukan hanya keterlambatan administratif. Ini gejala awal dari ketidakmampuan memimpin. Gagal Menjawab Amanah, Gagal Menulis Arah RPJMD adalah “kitab suci” pembangunan daerah. Tanpa RPJMD, tak akan ada arah yang sah untuk menetapkan prioritas anggaran, menyusun strategi program, apalagi mengevaluasi janji politik. Tapi dokumen ini justru ditulis dengan tergesa, asal jadi, dan—ini yang menyedihkan—mengandung nama kabupaten lain.  Copy-paste?  Tentu. Tapi lebih dar...