Manis, Kini Terasa Pahit

Namanya Manis. Dulu, namanya bukan sekadar sebutan. Ia mewakili harapan. Ia mewakili suara lantang dari rakyat kecil yang bosan dibohongi janji. Ia bersuara tentang jalan rusak, ketimpangan, dan nasib wong cilik yang digilas mesin birokrasi.

Tapi kini, publik mulai bertanya: ke mana suara itu pergi?

Dulu, Manis berseru lantang tentang kerusakan jalan, lubang-lubang yang menanti korban, dan proyek-proyek mangkrak yang tak kunjung disentuh. Kini, topik itu seolah tak penting lagi. Yang dibahas malah soal sayuran. Brokoli, sawi, dan bayam—seolah itu yang paling mendesak di tengah penderitaan warga.

Apa karena jalannya sendiri sudah mulus? Apa karena kini ia duduk nyaman, tak lagi harus berdesakan di kendaraan umum atau melintasi jalan desa penuh genangan?

Kami tak tahu pasti. Tapi yang kami tahu: publik merasa dikhianati.

Yang lebih mengiris, jalan rusak di daerah seperti Sumber—yang sempat viral dan bahkan dilirik pemimpin baru—kini kembali sunyi. Tak ada aksi nyata. Hanya jawaban klise yang terus diulang seperti kaset rusak: “Masih dilelang, masih proses, sudah direncanakan, akan dibangun bulan lima.”

Bulan lima sudah lewat. Yang tersisa hanya debu dan kemarahan.

Rakyat tak butuh lagi kalimat “akan.” Mereka butuh tindakan. Mereka ingin perubahan yang bisa disentuh, bukan sekadar diketik dalam dokumen rencana kerja.

Dan mereka ingin tokoh seperti Manis.

Manis yang dulu. Yang bersuara. Yang berdiri di tengah rakyat, bukan duduk di kursi empuk sambil mengunyah sayuran. Manis yang pahitnya hanya datang dari kejujuran, bukan dari kepentingan.

Sebab jika suara rakyat hanya jadi komoditas sementara, dan keberpihakan hanya bertahan sampai kenyang, maka Manis bukan lagi nama. Ia berubah jadi metafora: tentang bagaimana idealisme bisa dibungkam oleh kenyamanan.
Dan itu, sayangnya, cerita lama yang kembali berulang.

Comments

Popular posts from this blog

Krucil Tak Tersentuh Janji: Probolinggo Ganti Pemimpin atau Hanya Ganti Pemain?

Rangkap Jabatan di Lingkar Pemerintah Probolinggo: Ketika Kekuasaan Tak Lagi Terbagi

Politisasi Bansos diprobolinggo:Bantuan Provinsi, Panggung Bupati