Jalan Ini Bukan Panggung: Catatan Seorang alfaqir untuk Demokrasi yang Jujur
Oleh: alfaqir
alfaqir bukan warga Krucil. Tapi alfaqir adalah warga Kabupaten Probolinggo yang tak mau lagi melihat demokrasi dibajak demi pencitraan murahan. Ketika jalan Krucil–Bermi akhirnya diperbaiki, yang alfaqir rasakan bukan bangga, melainkan prihatin. Karena bukan hanya jalan itu yang berlubang, tapi juga cara sebagian orang menghargai proses.
Belakangan, alfaqir melihat fenomena yang menggelikan. Ada pihak yang muncul di media membawa selembar surat permohonan perbaikan jalan. Bukan ke dinas teknis. Bukan juga melalui forum resmi. Tapi… ke kecamatan. Lalu surat itu difoto, disebar, dan dijadikan bahan klaim di hadapan publik, seolah itu adalah tiket emas pembangunan.
alfaqir ingin berkata jujur: pembangunan jalan Krucil–Bermi sudah lama dirancang, bahkan sebelum surat itu diketik. Sudah masuk RKPD. Sudah melalui Musrenbang. Sudah masuk dalam skema DAK dan DAU. Sudah diolah oleh tim teknis di PUPR. Dan sudah disetujui dalam APBD 2025.
Lalu, datang surat — bukan dari komisi yang membidangi infrastruktur, bukan pula dari jalur resmi perencanaan daerah — namun digiring ke publik sebagai bentuk “perjuangan pribadi”.
alfaqir ingin bertanya: apakah surat yang ditandatangani di awal tahun 2025 itu bisa diklaim sebagai penyebab proyek yang sudah dirancang sejak 2023?
Kalau begitu, alfaqir juga bisa kirim surat hari ini untuk minta jembatan dibangun di tahun 2027, lalu klaim nanti kalau jembatan itu terbangun, “lihat, ini karena surat saya.” Tapi apakah itu etis?
Surat tidak salah. Tapi ketika surat dipakai untuk menggiring persepsi publik bahwa pembangunan itu muncul “karena saya”, maka itu namanya mencatut. Dan mencatut kerja rakyat bukan hanya tak tahu diri, tapi juga merendahkan harga diri sistem demokrasi yang kita bangun bersama.
alfaqir tidak sedang menyerang siapa pun. Tapi alfaqir menolak ketika jalan rakyat dijadikan panggung. Ketika kerja ASN, musrenbang desa, forum DPRD, dinas teknis, dan seluruh warga yang memperjuangkan jalan itu digeser narasinya menjadi sekadar “hasil surat dari satu orang”.
Kalau jalan bisa dibangun hanya dengan surat, maka ratusan ASN di perencanaan tidak perlu kerja. Musrenbang tak perlu ada. APBD tak usah disahkan. Tinggal kirim surat, masuk media, selesai urusan.
Tapi kita tahu, kenyataan tak sesederhana itu.
Demokrasi lahir dari kerja kolektif, bukan dari headline media.
Jalan Krucil–Bermi adalah bukti bahwa rakyat yang bersatu bisa memaksa negara bergerak. Tapi ketika sudah bergerak, jangan datang membawa stempel untuk mengaku-ngaku. Hormati rakyat. Hormati sistem. Hormati mereka yang bekerja dalam diam, bukan mereka yang muncul saat kamera menyala.
Karena jalan ini akan tetap dibangun — bahkan jika tak ada surat itu. Bahkan jika yang menjabat bukan yang sekarang. Bahkan jika tidak ada siapa pun yang tampil di media.
Karena jalan ini dibangun bukan karena nama, tapi karena rakyat. Dan rakyat itu bernama kita semua.
alfaqir Seorang warga Kabupaten Probolinggo
Yang percaya bahwa demokrasi akan rusak jika panggung lebih besar dari kerja.
Suara Minor Rakyat Probolinggo
Comments
Post a Comment