Wahai Bupatiku, Dengarlah Suara Kami
Probolinggo – Di tengah hingar-bingar program 100 hari kerja Bupati Probolinggo yang gencar dipublikasikan ke berbagai kanal media, ada suara-suara lirih yang selama ini tersisih. Suara rakyat kecil yang tak meminta banyak, hanya satu: pemimpin yang berpihak dan hadir secara nyata.
Sejak dilantik, langkah-langkah Bupati terlihat penuh semangat. Namun di balik semangat itu, muncul kekhawatiran yang tak bisa lagi dibungkam. Kekhawatiran bahwa kepemimpinan yang kami harapkan membawa perubahan, justru terjebak pada pola lama—bahkan lebih jauh, pada gaya otoriter yang lebih halus, terbungkus estetika dan citra.
Pembangunan yang dilakukan lebih condong pada penataan wajah kota dan alun-alun, bukan akar persoalan rakyat. Rakyat tak butuh bunga yang mekar di trotoar, mereka butuh pupuk untuk tanaman mereka. Rakyat tak ingin acara seremoni yang meriah, mereka butuh pelayanan publik yang hadir tanpa protokoler.
Tak bisa dipungkiri, program “Sae Law Care” yang di awal tampak mulia, kini dinilai sebagian kalangan hanya sebagai pelindung bagi aparatur dan kepala desa, bukan rakyat yang seharusnya jadi pusat perhatian. Apalagi, dalam berbagai kesempatan kunjungan ke kecamatan, agenda yang dijalankan tak lain hanyalah seremoni simbolik tanpa ruang dialog terbuka.
Ironisnya, dalam kunjungan tersebut, tidak hanya unsur eksekutif yang hadir. Beberapa legislator pun ikut serta, sehingga fungsi kontrol yang seharusnya dijaga malah ikut larut dalam rombongan yang harmonis—namun berpotensi menghilangkan batas kuasa.
Yang lebih memprihatinkan, muncul pula cerita-cerita tentang orang-orang terdekat bupati yang bersikap arogan, seolah-olah mereka adalah “bupati bayangan”. Warga yang ingin menyampaikan keluhan tak jarang merasa terintimidasi atau bahkan diabaikan.
Mari kita lihat kembali hasil Pilkada terakhir. Meski kemenangan diraih dengan angka 80%, masih ada lebih dari 200 ribu warga Probolinggo yang tidak menggunakan hak pilihnya. Bukan karena apatis, tapi karena pesimis. Mereka ragu, apakah benar akan lahir pemimpin yang benar-benar berpihak?
Kini, harapan itu kian meredup. Namun kami belum menyerah. Kami bersuara bukan karena benci, bukan karena oposisi. Kami bersuara karena kami cinta. Cinta kepada Probolinggo, dan karena kami pernah percaya bahwa Anda adalah pemimpin yang akan berbeda.
Kami tidak menginginkan proyek, kami tidak ingin mendekat untuk jabatan. Kami hanya ingin kebijakan yang menyentuh rakyat, bukan pencitraan yang dibungkus dalam balutan estetika.
Wahai Bupatiku, dengarlah suara kami. Jangan abaikan rakyat yang menaruh harapan padamu. Jangan ulangi kesalahan pemimpin sebelumnya. Jadilah pemimpin yang tegak berdiri bukan di atas podium seremoni, tapi di tengah rakyat yang sabar menunggu bukti.
Catatan : Artikel ini merupakan opini masyarakat dan bentuk partisipasi publik dalam menyampaikan aspirasi. kami membuka ruang hak jawab bagi pihak terkait guna menjamin prinsip keberimbangan informasi.
penulis : khoirunnisa oktavia
Post a Comment