Bupati yang Baperan, Demokrasi yang Terperosok
Di Konoha Kulon, jabatan bupati semestinya menjadi ruang kepemimpinan, bukan panggung perasaan. Namun dalam praktiknya, kepemimpinan Aries Imanuel justru memperlihatkan arah sebaliknya. Bukannya menunjukkan keteguhan sebagai negarawan yang tahan kritik, ia justru tampil sebagai sosok yang mudah tersinggung—bahkan terhadap suara-suara dari dalam lingkaran timnya sendiri. Isu yang berkembang di internal birokrasi menyebutkan bahwa kritik kini dianggap sebagai gangguan terhadap “fokus pembangunan.” Siapa pun yang melayangkan pertanyaan atau menyatakan ketidaksetujuan langsung dicap sebagai pembuat keributan. Kalimat seperti “jangan ganggu bupati, beliau sedang fokus membangun” kini menjadi semacam dogma baru yang membungkam partisipasi. Bila ini dibiarkan, maka demokrasi di Konoha Kulon bukan hanya berada di ujung tanduk—ia telah terperosok ke dalam jurang otoritarianisme terselubung. Lebih runyam lagi, nilai-nilai khas pesantren kini diseret masuk ke ruang birokrasi sipil. ASN diwajibkan...